GRAVITASI adalah pusat energi yang menarik semua benda dalam alam semesta ini. Kesaktiannya mampu menarik partikel besar maupun kecil yang mempunyai massa. Dengan kesaktiannya inilah bumi berputar pada porosnya sehingga kita tidak melayang terbang seperti anai-anai.
Gravitasi, kalau ini menjadi semacam analogi yang dihubungkan dengan lingkungan sekitar, maka kita akan menjumpai banyak cerita orang-orang yang mempunyai gaya gravitasi sangat besar hingga mampu “menarik” orang-orang di sekelilingnya.
Negeri ini tidak kekurangan orang-orang dengan daya gravitasi seperti ini. Sejarah (akan dan telah) mencatat satu persatu nama mereka, yang layak menjadi cermin bernama motivasi untuk semua orang.
Siapa yang tidak kenal Nadiem Makarim, pendiri Gojek. Bersama Mikey Moran, mereka merintis Go-Jek dari nol pada tahun 2010. Tujuh tahun kemudian, Gojek menjadi perusahaan transportasi berbasis teknologi yang mendapat suntikan dana hingga triliunan rupiah.
Terlepas dari ‘kecemburuan berdarah-darah’ yang tersiar di media, setidaknya Gojek telah membuka jutaan lapangan kerja serta mengobati kerinduan masyarakat dengan moda transportasi dengan biaya yang transparan, mudah dan cepat.
Cerita Nadiem dan Mikey adalah salah satu dari jutaan orang dengan gaya gravitasi hebat mewakili generasi milineal yang mampu menciptakan manfaat bagi banyak orang.
Pemilik garvitasi hebat lainya adalah Benny Fajarai (Kreavi), Jim Geovedi (Hacker Indonesia yang mampu meretas sistem satelit), Griselda Sastrawinata (Dreamwork), Joe Taslim (Aktor), Joey Alexander (Nominee Grammy Award), dan masih banyak lagi.
GRAVITASI ADALAH KEBERMANFAATAN & MILIK SEMUA ORANG
Ketika gravitasi dimaknai sebagai “kebermanfaatan”, maka setiap orang mempunyai peluang dan potensi yang sama untuk menjadi gravitasi seperti orang-orang di atas. Ada benih-benih tersembunyi yang sebenarnya sudah di persiapkan oleh Tuhan dalam diri kita, bahkan sejak kita belum dumadi (ada) menjadi manusia yang dilahirkan dari seorang ibu.
Apapun profesi kita secara otomatis menjadi sebab sekaligus modal yang besar untuk menciptakan kekuatan gravitasi itu, sepanjang konsisten dan penuh dengan dedikasi dalam menjalaninya.
Seorang petani di sawah yang berjibaku dengan lumpur dan panasnya terik matahari adalah gravitasi bagi jutaan orang lainnya. Bayangkan saja tanpa mereka, kita mau makan apa?
Tukang ojek yang mangkal di perempatan jalan pun sejatinya adalah gravitasi bagi orang lain yang membutuhkan manfaat dari profesi yang dijajakanya.
Artinya, tidak perlu tengok kanan kiri untuk menemukan pusaran gravitasi dalam diri kita, cukup membuka jendela rumah, mendengak ke langit dan bilang “Terima Kasih Tuhan, atas semua anugerah-Mu selama ini”.
Jadi, lakoni saja apa yang sudah Tuhan beri saat ini dengan rasa syukur dan ikhlas. Tuhan lebih tahu kebermanfaatan kita bagi orang lain ketimbang apa yang kita selalu angankan. Sesungguhnya kita adalah grafitasi bagi orang lain dan juga sebaliknya.
IBU RT, WIRASWASTA & BLOGGER ADALAH GRAVITASIKU
Menjadi seorang Ibu Rumah Tangga yang sedang semangat membangun bisnis kuliner dan blogger kelas kampung adalah status sekaligus gravitasiku saat ini. Status dan gravitasi ini membawaku pada petulangan hidup yang dinamis.
IBU RUMAH TANGGA
Status pertama ini gravitasi bawaan lahir, kodrati sebagai seorang wanita. Dengan gravitasi ini saya adalah salah satu dari para wanita di dunia yang mendapat job dari Sang Pencipta untuk melahirkan kehidupan baru sebagai penerus generasi ke generasi.
Seorang ibu adalah gravitasi bagi lingkungan kecil yang disebut keluarga. Ini adalah inti dari segala inti gravitasi bagi hadirnya ‘orang-orang besar’ dengan gravitasi hebat di dunia ini.
Prestasi sebagai seorang ibu RT yang sedang saya perjuangkan adalah mendidik, membimbing dan menghantarkan putra-putriku (Arya dan Yunda) menjadi anak yang patuh pada orang tua, taat pada agamanya serta mampu berprestasi dalam pendidikan dan aktifitas sosialnya.
Setidaknya perjuangan ini menghantarkan Ayunda selalu mendapat rangking 1 dan berprestasi di sekolahnya dari TK hingga SD kelas 3 ini. Tak kurang dari 30 penghargaan didapatnya mulai dari olah raga renang, hafalan Al-Qur’an’, Taek Wondo, fashion dan lain sebagainya.
Begitupula dengan Si Sulung Arya yang berprestasi dibidang kesenian (Drum Band), tampil aktif dalam kepengurusan OSIS dan organisasi FORANSA (Forum Anak Kalasan).
FORANSA adalah organisasi kepemudaan bentukan kecamatan Kalasan yang memfasilitasi anak di Kalasan untuk menyalurkan aspirasinya, mengidentifikasi kondisi sosial budaya dan isu yang terkait dengan hak anak.
WIRASWASTA KAMPUNG
Gravitasi saya yang kedua ini adalah “kenekatan”. Kalau dalam lakon wayang disebut keluar dari patronnya. Lebih-lebih kalau dihubungkan dengan dogma abadi yang berujung ada pertanyaan “Kerja diperusahaan apa , Mbak ? Jabatannya apa ?”
Saya bukan karyawan perusahaan manapun. Saya berkerja pada keluarga karena bersama suami kini sedang mengembangkan usaha kuliner kelas kampung (baca: warung makan) karena lokasinya berada di kampung yang kami dirikan dengan derai air mata dan perjuangan panjang.
Gravitasi yang satu ini setidaknya menarik orang-orang yang sedang lapar untuk makan di warung makan saya, menikmati menu-menu khas pantura dengan harga yang terjangkau kantong dan dompet semua kalangan.
Bagi yang sedang bermasalah dengan dompetnya dan dhuafa, warung kami juga welcome kok untuk makan gratis tanpa syarat apapun. Kalau perusahaan-perusahan besar menyebutnya CSR (Customer Social Responsibility) tetapi bagi “perusahan kelas kampung” yang saya kelola, cukup dengan istilah semangat berbagi kebahagian.
Berwiraswasta adalah prestasi tersendiri bagi saya. Setidaknya saya berupaya mengikis anggapan bahwa sebagai ibu rumah tangga itu hanya bisa “Krido Lumahing Astho” alias selalu menadahkan tangan di awal bulan karena suami gajian. No, itu bukan tipe saya.
Saya menolak pemikiran mainstream tersebut dan juga menolak (hanya) terjebak pada paradigma dapur, sumur dan kasur yang kadung melekat pada diri perempuan bila status KTP-nya tertulis kawin, dengan huruf tebal.
Wanita itu kudu kuat, tangguh dan mampu berkarya, mampu membantu suami serta mampu memberi manfaat pada keluarga, orang lain dan lingkungan sekitar dengan karya nyata.
Begitu kurang lebihnya pikiran ibu kita kartini, yang mendunia jauh sebelum Indonesia Merdeka. Kebetulan saya pernah bertetanggaan dengan tokoh emansipasi wanita dengan gravitasi hebat ini karena sama-sama pernah tinggal di Mayong Jepara.
Beliaulah salah satu pusat gravitasi wanita Indonesia dengan pemikiran-pemikirannya yang menjangkau ratusan tahun kedepan seperti apa yang sering kita dengar, emansipasi.
BLOGGER KAMPUNG
Blogger Kampung adalah status saya yang ketiga. Kenapa kampung, karena saya memang perempuan yang tinggal di kampung, jauh dari hiruk pikuk dan keramaian kota besar.
Menjadi blogger berangkat dari “ketidaksengajaan”. Berawal dari keinginan agar bisa belajar membuat panflet 17-an melalui tutorial online, akhirnya justru memprovokasi otak untuk mempelajari juga cara-cara membuat blog.
Ngeblog memang asik, dunia menjadi tidak selebar daun kelor, ilmu pengatahuan menjadi tidak selebar kepala kita saja dan yang paling penting adalah terbukanya cakrawala pemikiran bahwa di atas langit ternyata masih ada langit lagi sehingga kita bisa belajar banyak dari situ.
Setidaknya dengan ngeblog saya bisa menulis apa saja, berbagi pengetahuan dan mengabarkan pada dunia. Saya juga mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat serta mempunyai begita banyak teman dari seluruh penjuru dunia.
Kalau ditanya soal prestasi menjadi blogger, prestasi membanggakan saya adalah bisa melampaui batas diri, dari yang semula tidak mengenal apa itu blog, sekarang lebih akrab dengan blog. Saya berharap status blogger ini mampu membawa saya menjadi gravitasi dan bermanfaat bagi dunia.
Prestasi lainnya adalah beberapa kali mendapat bonus melalui lomba blog dan giveaway yang diadakan komunitas blogger, perorangan maupun instansi.
MAAF,
SEBAGIAN ARTIKEL TERKAIT PRODUK SEBUAH SMARTPHONE LOKAL YANG “TELAH GAGAL” MEMBANGUN BRANDINGNYA TELAH SAYA HAPUS SEBAGAI BENTUK SOLIDARITAS KEPADA SESAMA BLOGGER YANG TERZALIMI.