Setengah Telanjang Bersama Peacepot – Membuka kembali arsip-arsip photo yang berjejal di hardisk lappee telah menggiringku mengingat satu per satu kapan dan bagaimana foto itu dibuat. Saya memang menyukai photography walaupun hanya sekedar mendokumentasikan momen-momen tertentu saja.
Kalau dihitung-hitung, sepertinya sudah ribuan momen terekam melalui jepretan kamera jadul Nikon D90. Walaupun tidak semua foto memiliki makna historis yang monumental, akan tetapi sangat sayang untuk dibuang begitu saja. Selalu saja memunculkan kontroversi hati dengan alasan-alasan tertentu.
Banyak foto yang memang saya simpan baik-baik. Alasannya sederhana yakni siapa tahu foto-foto itu akan menjadi bagian sejarah keberhasilan seseorang kelak. Kalau sudah begitu berarti nilai intriksik foto itu akan sangat tinggi. Sore tadi, tak sengaja saya membuka kumpulan folder foto yang saya beri label Rasta. Folder tersebut ternyata berisi foto-foto sebuah group band yang mengusung lagu-lagu Rasta (Reggae) asal Yogyakarta yang bernama Peacepot.
Beberapa kali saya melihat langsung performance Peacepot dalam event-event yang diadakan oleh perusahaan tempat suami tercinta bekerja. Walaupun kejadian itu sudah berlangsung berbulan-bulan lampau, akan tetapi saya masih ingat betul salah satu single yang selalu dinyanyikan yakni “Setengah Telanjang”.
….kulihat dirimu slalu, setengah telanjang,
hanya selalu terbalut sehelai selendang warna-warni.
…..Seakan tubuhmu selalu mengajakku kesana
kuhentikan langkahku menikmati semuanya.
Lirik lagu setengah telanjang tergolong sederhana. Walaupun sedikit nakal tetapi tidak vulgar. Menggambarkan keanggunan dan keseksian perempuan sebagai obyeknya. Akan tetapi kekuatan lagu setengah telanjang ini, menurut saya, bukan pada liriknya akan tetapi terletak pada aransemennya yang renyah sebagaimana ciri khas musik jamaica alias reggae pada umumnya.
Kalau melihat penampilan peacepot yang selalu ramai oleh para fans, saya berkesimpulan kalau group reggae ini sudah mempunyai basic massa yang lumayan banyak. Ini merupakan modal dasar menuai keberhasilan masuk dapur rekaman. Apalagi materi-materi lagu karyanya juga lumayan menjual. Tinggal bagaimana promosinya saja.
Sayang sekali saya tidak mempunyai cukup referensi tentang band reggae yang terdiri 7 orang personil ini. Saya tidak menemukan website atau blog peacepot. Satu-satunya petunjuk bahwa group reggae ini masih hidup adalah akun twitter @PeacepotReggae, serta kompilasi karya-karyanya yang diunggah di situs reverbnation.
Bisa jadi kelak orang-orang akan mengenal Jogja tidak hanya melalui mitologi tentang Ratu Kidul yang melegenda atau hiruk pikuk jalan Malioboro yang semakin sesak dengan pedagang kaki lima. Tidak juga melalui sisi hitamnya berupa gang sempit bernama sarkem alias pasar kembang yang melegenda seantero negeri karena menjadi destinasi wisata tengah malam pada lelaki berhidung mbendol.
Jogja juga akan selalu diingat melalui group band reggae bernama Peacepot, seperti halnya orang mengenal SO7 yang sudah menasional lebih dulu.
Siapa tahu !