Dana Desa : Membangun Indonesia Dari Pinggiran – Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Tantangan dan hambatan terberat yang dihadapi pemerintah dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut adalah kompleksitas permasalahan mulai dari kemiskinan, ketertinggalan dan kesenjangan sosial yang disebabkan karena belum meratanya hasil pembangunan.
Menurut BPS, hingga Maret 2016 masih terdapat 28,01 juta penduduk miskin di Indonesia. Jumlah ini ekuivalen dengan 10,86% dari total penduduk secara nasional yang tersebar baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Pemerintah telah bersungguh-sungguh mengatasi hambatan ini dengan 9 program prioritas yang kita kenal dengan Nawacita. Salah satu implementasi Nawacita adalah mengubah perspektif pembangunan yang semula dimulai dan hanya menumpuk di perkotaan dengan pembangunan yang di mulai dari pinggiran alias desa.
Desa adalah entitas terkecil dalam sistem pemerintahan dan menempati posisi strategis dalam proses pembangunan nasional. Semakin kuat desa, semakin kokoh pula bangsa dan negara. Pemerintah menyadari betul bahwa dalam upaya mengatasi hambatan dan tantang pembangunan yang merujuk pada kemiskinan, kesenjangan dan keterbelakangan desa harus diberdayakan.
Memberdayakan desa dalam upaya mencapai kesejahteraan begitu penting mengingat hingga tahun 2015 berdasarkan data Indeks Pembangunan Desa (IPD) BPS masih terdapat 20.168 desa tertinggal di Indonesia atau 27,22 % dari jumlah total desa yang ada di Indonesia yang mencapai 74.754 desa. Wilayah dengan status desa tertinggal terbanyak adalah Papua sebanyak 6.139 desa.
Pemberdayaan desa yang menjadi inti strategi pembangunan dari pinggiran yang digagas pemerintah didahului dengan disahkannya UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Inti dari undang-undang ini adalah pemberdayaan desa melalui upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa.
Tak lama berselang setelah undang-undang ini muncul, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2014 tentang Dana Desa. Dua instrumen hukum ini selanjutnya saling melengkapi sebagai dasar tata pemerintahaan desa yang mandiri dalam mencapai kesejahteraan masyarakatnya.
Dana desa merupakan sumber pendapatan desa yang berasal dari APBN. Dana ini menjadi bagian dari 7 (tujuh) sumber pendapatan desa sebagaimana diatur dalam undang-undang desa. Dalam tataran ideal tujuannya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat di tingkat desa.
Dana desa mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Dalam APBN-P 2015, total dana transfer ke daerah dan dana desa ditetapkan sebesar Rp 664,60 triliun, meningkat 2,71% atau senilai Rp 17,56 triliun dibanding alokasi pada APBN 2015 sebesar Rp 647,04 triliun.
Peningkatan tersebut disebabkan adanya penambahan alokasi dana transfer ke daerah yang semula senilai Rp 637,98 triliun bertambah sebesar Rp 5,86 triliun atau 0,92% sehingga menjadi Rp 643,83 triliun pada APBN-P 2015. Penambahan alokasi juga terjadi pada dana desa, yang semula senilai Rp 9,07 triliun bertambah sebesar Rp 11,70 triliun atau 129,05% sehingga menjadi Rp 20,77 triliun di APBN-P 2015.
Tahun 2016, total transfer ke daerah dan dana desa dalam APBN sebesar Rp 770,2 triliun dengan total alokasi dana desa sebesar 47,69 trilyun atau naik 44% dibanding tahun 2015. Sedangkan untuk APBN 2017 yang telah di sahkan oleh DPR pada tanggal 26 Oktober 2016, total transfer ke daerah sebesar 704,9 T dengan alokasi dana desa sebesar 60 trilyun, atau naik 25% dari tahun 2016.
Penyaluran dana desa dilakukan dengan cara bertahap dan menggunakan mekanisme tertentu yang diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP). Tahun 2016 penyalurannya diatur melalui PP Nomor 8 Tahun 2016 dimana dalam pasal 16 menyebutkan bahwa dana desa akan disalurkan secara bertahap oleh pemerintah melalui Rekening Kas Umum Negara (RKUN) kepada pemerintah daerah kabupaten/ kota melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Kemudian pemerintah daerah kabupaten/ kota juga melakukan penyaluran kepada Desa melalui Rekening Kas Desa (RKD).
Bagaimana penggunnannya, berikut prioritas penggunaan dana desa sesuai dengan Permendes No 5 tahun 2014.
Dana desa per tahun sangatlah besar. Apabila tidak mampu dikelola secara baik sesuai dengan peruntukkannya maka tidak akan memberikan manfaat yang efektif bagi warga. Menurut saya dana desa disebut efektif bila memenuhi 5 (lima) indikator yakni :
- Mampu mengurangi angka kemiskinan sektoral;
- Mampu meninggalkan jejak infrastruktur bermanfaat bagi warga;
- Mampu menciptakan peran aktif masyarakat;
- Mampu meningkatkan kapabilitas dan kapasitas warga, dan
- Tidak meninggalkan atau mengakibatkan permasalahan hukum
Satu hal yang perlu diketahui adalah dana desa sangat rentan disalahgunakan seperti yang terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur-Maluku, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Mojokerto dan beberapa daerah lain. Kini kasus penyalahgunaan dana desa tersebut ditangani oleh pihak yang berwajib. Beberapa kepala desa sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Kenyataan ini menunjukkan bahwa asistensi atau pendampingan dari pemerintah saja belum cukup, dibutuhkan partisipasi seluruh masyarakat dalam penggunaanya. Selain itu juga membutuhkan kejujuran dan transparansi dari pemerintah desa dengan memberikan akses selebar-lebarnya kepada masyarakat untuk mengetahui sejauh mana penggunaannya, mengingat dana tersebut berasal dari pajak yang dibayarkan oleh rakyat.
Sayang sekali dalam permendes No 5 tahun 2014 tidak secara eksplisit mengharuskan pembuatan sistem pelaporan secara online (e-reporting), yang dikelola oleh pemerintah daerah, dalam pasal-pasalnya. Apabila hal ini dimungkinkan maka masyarakat bisa mengawal penggunaan dana secara online tanpa harus datang ke balai desa yang ujung-ujungnya menimbulkan conflict of interest berkepanjangan dan kontraproduktif. Padahal dengan kemajuan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) saat ini, e-reporting sangat dimungkinkan.
Apabila hal ini masih dirasa berat karena sebab tertentu, setidaknya apapun yang menyangkut APBDes, sosialisasi dan pertanggungjawabannya bisa dipampang seperti di Desa Kalianyar Bojonegoro atau Desa Sonit Kecamatan Bokan Kepulauan Sulawesi. Dengan begitu, masyarakat benar-benar bisa melihat sejauh mana proses pembangunan dari pinggiran dengan dana APBN yang sumbernya dari uang rakyat.
Kita tentu tidak menghendaki adanya kecurangan dalam pemanfaatan dana desa, bukan? Dana Desa yang bersumber dari APBN adalah uang kita, uang rakyat Indonesia. Walaupun belum adanya sistem pelaporan secara online serta sedikit sekali desa yang ‘berani’ melakukan transparasi APBDes (Dana Desa) lewat baliho, bila terjadi penyalahgunaan dana desa kita bisa melaporkan melalui aplikasi Sistem Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!), sms ke 1708 atau Call Center 1500040.
Ayo berpartisipasi mengawal penggunaan dana desa di tempat kita masing-masing dengan cara yang santun dan sesuai dengan undang-undang demi mendukung pemerintah yang sedang diat-giatnya membangun Indonesia dari pinggiran untuk kesejahteraan bersama.
- Pemerintah telah bersungguh-sungguh mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan nasional dalam kerangka 9 program prioritas, Nawacita;
- Implementasi Nawacita adalah merubah paradigma pembangunan yang semula menumpuk di kota dengan pembangunan dari pinggiran (desa);
- Pembangunan dari pinggiran diawali dari munculnya undang-undang tentang Desa dan realisasi dana desa;
- Prioritas dana desa adalah untuk pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa;
- Indikasi efektifitas dana desa adalah berkurangnya kemiskinan, jejak infrastruktur, memunculkan peran aktif, kapasitas dan kapabilitas masyarakat serta tidak meninggalkan akibat hukum;
- Masyarakat bisa melaporkan penyalahgunaan dana desa melalui aplikasi LAPOR, jejaring sosial, sms dan call center;